Beberapa tahun yang lalu, al-Habib Umar bin
Hafidz berkunjung ke Mesir. Dalam kunjungannya tersebut, beliau
menyempatkan untuk berziarah kepada seorang ulama Mesir yang cukup
berpengaruh di negaranya. Ulama sepuh tersebut dikenal memiliki bashirah (pandangan
hati yang tajam) walaupun mata beliau tidak bisa melihat (buta).
Ketika itu al-Habib Umar bin Hafidz ditemani oleh
muridnya, al-Habib Ali al-Jufri, dan beberapa orang lainya. Sebelum
mereka sampai ke tempat sang syaikh, sang syaikh lebih dulu tahu, beliau
berkata: “Aku mencium bau harum dari ulama Hadhramaut.”
Tak lama kemudian, al-Habib Umar beserta rombongan pun datang. Al-Habib Umar pun mulai beramah tamah dengan syaikh tersebut.
Tatkala ziarah dirasa cukup, al-Habib Umar pun memerintahkan seorang
munsyid dari rombongan beliau untuk melantunkan sebuah qasidah. Munsyid
itu pun memilih untuk membawakan qasidah karya al-Habib Umar. Ternyata
qasidah itu membuat sang syaikh ta’jub. Ketika qosidah telah selesai
dilantunkan, sang syaikh langsung bertanya: “Qasidah ini karya siapa?”
Ketika munsyid itu hendak mengatakan bahwa qasidah itu adalah karya
al-Habib Umar, ternyata al-Habib Umar mendahuluinya dengan berkata: “Ini
adalah salah satu karya ulama Hadhramaut.” (jawaban ini menunjukkan
ketawadhuan beliau).
Syaikh itu pun menanggapi jawaban itu:
“Kalau sekiranya ulama itu masih hidup, maka dia berhak untuk didatangi
oleh orang-orang dan orang-orang itu belajar kepadanya serta mengambil
manfaat darinya. Kalau ulama itu telah meninggal, maka kuburannya berhak
untuk diziarahi.”
Walaupun al-Habib Umar sering mendapatkan
pujian seperti ini, beliau tidak pernah merasa bangga, buktinya beliau
sering sekali menyempatkan waktunya untuk menziarahi para ulama yang
telah sepuh di negara yang dikunjunginya. Maka, sudah sepatutnya bagi
kita untuk mencintai para ulama dan kaum shalihin, karena kecintaan itu
insya Allah akan memberikan kita manfaat di dunia dan akhirat kelak.
Wallahu A’lam.